Hidup Lajang Di Tengah Dunia Berpasangan (3)


Setelah Yeremia mengajarkan agar kita mengakui panggilan Tuhan dan percaya pada kendali Tuhan, berikut adalah cara selanjutnya untuk bertahan dan terus tinggal dalam kesendirian:

3. Memiliki Perspektif Tuhan
Memiliki perspektif Tuhan adalah kunci untuk percaya di dalam Tuhan. Sementara Yeremia bergumul dengan kehidupan dan perannya sebagai seorang nabi, dia tetap setia kepada Tuhan – bukan karena Tuhan mengurangi rasa sakit yang dialaminya atau melakukan hal lain yang signifikan dalam hidupnya, tapi karena Yeremia akhirnya menyadari bahwa penderitaan dan penghakiman atas orang-orang Yehuda hanya bersifat sementara. Sebuah catatan sarjana Alkitab mengatakan, “Sang nabi tidak melihat dunia dari sudut pandang teori politik, namun ia adalah orang yang melihat dunia dari sudut pandang Allah; ia melihat dunia melalui mata Allah”.

Pengakuan akan Tuhan dan cara-Nya ini jelas digambarkan saat Yeremia membeli tanah selama pemerintahan Babilonia tepat sebelum Yerusalem jatuh pada tahun 586 SM. Pengeluaran yang dilakukan di tengah-tengah krisis politik dan ekonomi ini mungkin mendapat kritik dan tentangan dari lawan-lawan Yeremia. Apa yang sepertinya merupakan sebuah investasi yang bodoh namun menunjukkan kepercayaan Yeremia kepada janji Tuhan bahwa suatu hari nanti keturunan Yehuda akan kembali ke tanah ini. Adegan ini diakhiri dengan doa yang tegas dari Yeremia:

Yeremia 32:17-19, Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya, Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan lengan-Mu yang terentang. Tiada suatu apa pun yang mustahil untuk-Mu! Engkaulah yang menunjukkan kasih setia-Mu kepada beribu-ribu orang dan yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya yang datang kemudian. Ya Allah yang besar dan perkasa, nama-Mu adalah TUHAN semesta alam, besar dalam rancangan-Mu dan agung dalam perbuatan-Mu; mata-Mu terbuka terhadap segala tingkah langkah anak-anak manusia dengan mengganjar setiap orang sesuai dengan tingkah langkahnya dan sesuai dengan buah perbuatannya;

Karena Yeremia memahami perbuatan ajaib yang dilakukan Tuhan di masa lalu, ia bisa yakin bahwa tidak ada masa depan yang tidak dapat diatasi oleh Tuhan. Nabi ini melihat kepada apa yang kekal daripada apa yang sementara.
Masalah utama saat berada dalam kesendirian adalah kenyataan bahwa kita telah kehilangan pandangan akan rencana Allah dalam hidup kita. Dalam masa-masa tergelap saat saya sendiri, saya justru mengalami masa-masa paling intim bersama dengan Tuhan.

Masa sulit dalam kehidupan berfungsi sebagai landasan Allah yang digunakan untuk mencetak kita menjadi segambar dengan-Nya. Paulus menulis dalam  

Roma 5:3-5, “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Hidup sendiri di dunia ini seringkali menyakitkan. Hanya sedikit orang yang memahami hal ini lebih baik dari Nabi Yeremia. Namun, Yeremia mendapat kesempatan luar biasa untuk melayani sebagai juru bicara Tuhan, untuk menyaksikan secara langsung ketentuan Tuhan, dan hidup dalam keintiman bersama dengan Tuhan.

4. Nilai Dari Sebuah Doa
Memiliki persekutuan dengan Tuhan merupakan hal yang penting untuk mempertahankan sudut pandang Tuhan. Sang Nabi menceritakan tentang kesetiaan Allah dan tangan-Nya yang kuat dalam kehidupan orang Yahudi. Yeremia mencerminkan Allah yang kudus dan penuh kasih yang menuntut ketaatan. Doa juga berfungsi sebagai wahana kebijaksanaan dan klarifikasi dari Allah ketika kita mengambil waktu untuk mendengar. Doa Yeremia terangkum dalam Yeremia 32 yang bertuliskan “Namun Engkau, ya Tuhan ALLAH, telah berfirman kepadaku: Belilah ladang itu dengan perak dan panggillah saksi-saksi! -- padahal kota itu telah diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim.” (Yeremia 32:25). Dalam upayanya mengungkapkan kebingungan atas perintah Tuhan ini, Yeremia secara jujur meminta pengertian dari Tuhan.

Kehidupan doa Nabi ini menunjukkan keintimannya dengan Tuhan. Yeremia dapat berbicara dengan bebas kepada Tuhan mengenai berbagai macam masalah. Seperti yang terlihat di atas, ia merasa bebas untuk bertanya kepada Tuhan. Dalam ayat-ayat lain, Yeremia bahkan mengekspresikan kemarahan saat ia berdoa kepada Tuhan (lihat Yer. 12:1-2; 20:7). Dalam hal ini, kitab yang juga merupakan buku nubuatan yang paling otobiografi ini, kita dapat menemukan bahwa sang penulis (Yeremia) berkomunikasi dengan Tuhan pada tingkat yang mendalam.

Doa Yeremia juga memberikan kesaksian akan keinginan Tuhan untuk berkomunikasi dengan kita. Tuhan menyatakan kepada rakyat Yehuda, “Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu; apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan memulihkan keadaanmu dan akan mengumpulkan kamu dari antara segala bangsa dan dari segala tempat ke mana kamu telah Kuceraiberaikan, demikianlah firman TUHAN, dan Aku akan mengembalikan kamu ke tempat yang dari mana Aku telah membuang kamu.” (Yer. 29:12-14). Kehendak Allah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa adalah untuk bersekutu dengan-Nya. Kerinduan Allah begitu besar sehingga ia menyediakan sarana agar persekutuan ini dapat dipulihkan – dengan mengorbankan Anak-Nya sendiri. Melalui Alkitab, “nabi dan pemazmur mengajari kita dengan sangat tegas bahwa cara yang tepat untuk mengatasi keraguan dan protes di dalam jiwa adalah dengan membawanya langsung kepada Allah dan jangan pernah membiarkan hal itu membuat kita menjauh dari-Nya.” Ketika kesendirian mengganggu kita, kita harus mengakui perasaan kita kepada Tuhan. Tuhan akan mendekat kepada mereka yang berlari kepada-Nya (Yakobus 4:8).

5. Apresiasi Dari Seorang Teman
Yeremia mendapatkan manfaat dari kehadiran beberapa individu dalam hidupnya. Salah satunya adalah seorang budak Ethiopia yang bernama Ebed Melekh (Yer. 38:1-13). Sebagai kasim dalam pengadilan raja, Ebed Melekh mendengar bahwa Yeremia telah dilemparkan ke dalam lobang tanpa air namun berlumpur. Tanpa makanan dan minuman, sang nabi ditinggalkan, dibiarkan mati dan memaksa orang Yahudi untuk menyerah kepada kekuasaan Babilonia – sebuah tindakan yang sama saja dengan pengkhianatan. Berada dalam kesendirian, banjir emosi melanda Yeremia. Bagaimana mungkin seseorang bisa menemukan saya di lokasi yang tidak jelas ini? Adakah seseorang yang cukup peduli untuk datang dan menyelamatkan saya?

Saya meragukan jika Yeremia pernah memimpikan seorang budak Ethiopia akan menjadi seseorang yang menyelamatkan dirinya. Ebed Melekh mempertaruhkan hidupnya sendiri ketika ia menghadap Raja Zedekia dan meminta agar raja mengeluarkan Yeremia dari lobang. Ebed Melekh kemudian secara pribadi mengawasi upaya penyelamatan sang nabi, memastikan bahwa Yeremia tidak terluka dalam proses penyelamatan tersebut. Sungguh ironis bukan bagaimana seorang asing yang juga hidup sendiri, cukup peduli untuk menyelamatkan seorang nabi yang ditinggalkan!

Saya telah menemukan ketika saya sedang kesepian, dengan mudahnya saya mengabaikan orang yang telah Tuhan tempatkan dengan begitu strategis di dalam hidup saya. Memang, kehadiran seseorang tidak selalu menghapus kesepian yang kita alami. Bahkan statistik menunjukkan banyak dari mereka yang telah menikah merasakan kesepian. Tapi kita dirancang dan diciptakan sebagai makhluk sosial. Kita membutuhkan satu sama lain sebagai anggota keluarga Allah.

Untuk memiliki sahabat, seseorang harus menempatkan dirinya sendiri sebagai seorang sahabat (Amsal 18:24). Saya akui tidak semua orang dapat memahami hal ini. Yeremia harus berhadapan dengan teman yang tidak hanya salah paham terhadap dirinya namun juga berusaha untuk membunuhnya (lihat Yer. 20:2,10-11; 34:17; 38:1-4). Meskipun demikian, saya berpendapat salah satu kehendak Tuhan bagi kita adalah menyediakan orang lain dalam hidup kita. Jika tidak demikian, tentu saja saat ini Ia telah menempatkan kita di dalam keluarga-Nya atau menjadi bagian dari komunitas Kristen. Ada masa ketika Yeremia mengalami kesendirian dan sedang berjuang dengan kesendiriannya, ia mengalami persahabatan dan pengabdian.

Kesimpulan
Kehidupan Yeremia terus membuat saya takjub. Terlepas dari semua yang ia alami, Yeremia tidak pernah berhenti. Tekadnya untuk tetap taat kepada panggilannya begitu menantang. Kesendirian Yeremia dalam kehidupannya adalah untuk mendengar apa yang Tuhan katakan mengenai pemahaman akan kasih karunia-Nya (Yer. 9:24; Fil. 3:10; Yoh. 17:3). Memilih untuk hidup sendiri dan mengalami masa-masa kesepian, nabi meratap ini melanjutkan pelayanannya kepada orang-orang Yahudi.
Source : cbn.com

PanggilanNYA atau Panggilan'nya'


 Oleh : JLo dalam Warta 211110


Tuhan telah memberi kepada setiap kita karunia-karunia, dan Dia telah memberikan anugerah, sebagai kuasa rohani untuk mengoperasikan karunia-karunia tersebut. Dengan kata lain, jika Tuhan telah memanggil anda untuk melakukan sesuatu, Dia juga memperlengkapi anda dengan anugerah-Nya.

Firman Tuhan mengatakan bahwa kuk yang Dia berikan adalah mudah dan beban-Nya adalah ringan. Ini berarti ketika kita melakukan apa yang telah menjadi panggilan kita untuk dilakukan, dengan karunia-karunia-Nya yang ada di dalam kita, akan ada kemudahan untuk melakukannya.  Tidak berarti akan tidak ada pertentangan atau halangan atau tidak membutuhkan usaha dari kita. Tetapi maksudnya adalah Anda akan  diperlengkapi secara spiritual untuk melakukan panggilan tersebut. Hal ini terjadi secara alami dan mengalir keluar dari kehidupan anda.

Jika anda melakukan sesuatu yang selalu kelihatan berat, selalu membebani dan menguras energi anda, sebaiknya anda menyediakan waktu untuk berdoa di hadapan Tuhan dan melihat apa benar jika Dia memiliki sesuatu untuk anda. Hanya karena sesuatu yang kelihatan “baik” (good thing)  tidak berarti hal itu adalah yang Tuhan kehendaki (God thing). Tetapi ketika hal itu adalah kehendak Tuhan, anda akan mengetahuinya. Anda akan merasakan anugerahnya yang ajaib memperlengkapi anda dan menyegarkan langkah anda dalam jalan-Nya.

Mari kita benar-benar berusaha mengenal kehendak Tuhan, menggenapinya dan bertindak dalam kehendakNya, bukan menurut pemandangan baik kita, tetapi biarlah kehendak-Nya yang terjadi atas kehidupan kita, sehingga anugerahNya menyertai dan kemuliaan Nya nyata atas hidup kita. GBU

GOOD consists of 3 basic letters: G,O and D.  Without G.O.D, you only have O (big zero),  no good at all !

Hidup Lajang Di Tengah Dunia Berpasangan (1)


 Oleh : NN  dalam  Warta 141110


“‘Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajah-Mu terhadap aku?’ Oh Tuhan, perkataan dari Mazmur 13 ini menghantui keberadaan saya yang sesunguhnya. Saya tahu secara alkitabiah Engkau bersama dengan saya, namun tangisan hati ini jauh lebih besar daripada pemahaman alkitabiah saya. Tuhan, saya benar-benar merasa terisolasi dan sendirian.”


Perkataan ini tertulis dalam jurnal saya selama tahun pertama saya menempuh pendidikan pasca sarjana di Scotland. Setelah mengucapkan selamat tinggal kepada keluarga dan teman-teman, saya tiba di sebuah tempat dimana tidak ada seorangpun yang saya kenal. Saya meninggalkan pekerjaan yang saya cintai dan meninggalkan kenyamanan tinggal di Amerika dan menggantinya dengan asrama yang sebagian besar dihuni oleh mahasiswa. Saya tak dapat menghilangkan perasaan kosong dan terisolasi yang saya rasakan meskipun saya sudah menyibukkan diri dengan belajar. Rasa bangga karena berhasil kuliah di kampus terkenal di luar negeri segera lenyap tanpa bekas. Sebaliknya, saya merasakan kekosongan yang sangat besar dan merindukan keintiman.

Kesepian ini semakin diperparah dengan kenyataan yang ada bahwa hampir semua siswa yang menempuh pendidikan pasca sarjana ini telah menikah. Dukungan dan keintiman yang dirasakan mereka yang telah menikah tidak hadir dalam hidup saya. Dengan berjalannya waktu, kesepian saya berkembang menjadi kepahitan dan kecemburuan.

Dibandingkan dengan waktu saya di Aberdeen, kesepian yang saya rasakan jauh lebih ringan dan lebih jarang dari saat ini. Saya masih bisa mengalihkan kesepian ini dalam kesibukan. Saya tenggelam dalam jam kerja yang panjang untuk keluar dari kerinduan jiwa saya. Daripada mendefinisikan keberadaan saya dengan membayangkan pernikahan dan anak-anak, saya lebih memilih untuk memanfaatkan kesempatan dan berprestasi.

Keengganan mengelilingi pengungkapan saya karena saya telah bertumbuh dalam penerimaan diri untuk menjadi seorang lajang. Bahkan saat ini saya menghargai kesendirian saya. Saya bebas untuk berpikir, bersantai dan bebas menghabiskan waktu untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar saya. Namun hal ini terkadang tidak dapat menyangkal kesepian yang telah menjadi masalah dalam hidup saya dan pada saat itu rasa kesepian pun akan kembali menyerang. Saya merasa sangat penting untuk membagikan hal ini karena saya tahu banyak kaum lajang di luar sana yang merasakan penderitaan yang sama. Sebuah email yang saya terima baru-baru ini memperkuat keyakinan ini. Seorang lajang mengaku, “Saya bergumul dengan kesendirian saya karena saya tidak suka sendirian. Saya sangat menginginkan untuk memiliki hubungan yang dekat dengan seseorang. Saya ingin mengetahui bahwa seseorang percaya kepada saya dan tertarik kepada saya.”  Perasaan seperti itu seringkali bergema di dalam hati para lajang dari waktu ke waktu.

Kesepian telah didefinisikan sebagai “kondisi mental kronis yang menyedihkan dimana seorang individu merasa terasing atau ditolak oleh rekan-rekannya dan lapar akan keintiman emosional yang ditemukan di dalam sebuah hubungan dan aktivitas bersama”. Seringkali pengalaman subyektif ini berasal dari perubahan dalam situasi hidup; kehilangan pasangan akibat kematian maupun perceraian, atau terjadinya cacat. Bagi banyak lajang, kemungkinan untuk menjadi tua tanpa memiliki seseorang tempat berbagi seringkali menimbulkan ketakutan yang mendalam; kebanyakan dari mereka yang menikah memiliki anak dan cucu yang bisa dan akan merawat mereka.

Alasan lain yang mungkin mendasari perasaan kesepian adalah ketiadaan pasangan yang pada akhirnya tidak dapat menyalurkan keintiman fisik dan emosional. Apapun kasusnya, kesepian akan menghasilkan rasa terisolasi, ketakutan, depresi, kurangnya harga diri, kekosongan, bahkan kemarahan dan kepahitan. Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menunjukkan bahwa kesepian dapat mengubah fungsi jantung, mengganggu pola tidur, menyebabkan tekanan darah tinggi, dan berkurangnya kemampuan untuk melawan penyaklit.

Yeremia: Sebuah Teladan Yang Sempurna
Tidak ada tokoh Alkitab yang memiliki lebih banyak alasan untuk merasakan kesepian dibanding Yeremia. Ia berasal dari sebuah keluarga imam yang telah lama digulingkan dari kerajaan maupun keagamaan. Selain berasal dari keturunan yang memalukan itu, Yeremia dipanggil saat lahir untuk melayani sebagai nabi selama peristiwa yang paling dahsyat dalam sejarah Yahudi. Bernubuat dari tahun ketiga belas pemerintahan Yosia (627 BC) sampai tak lama setelah kejatuhan Yerusalem pada tahun 587 BC. 40 tahun pelayanan Yeremia ditandai dengan perlawanan untuk membungkamnya dengan cara menangkap, menyidang, memukul, memenjara bahkan dengan mencoba membunuh (lihat Yeremia 26:19-19; 36:26; 37:11-38:6). Sepanjang kitab ini, Yeremia meratap kepada Allah dan bahkan disebut sebagai hakim kaum oposisi (lihat Yeremia 11:19-20, 20:10-12) dan meraih gelar “nabi ratapan” (lihat Yeremia 9:1; 13:17; 14:17).

Sementara orang-orang mengejek pesan yang disampaikannya dengan cara yang sangat ekstrim, pengorbanan pribadi nabi ini jauh lebih besar daripada kemarahan publik. Pengalaman hidupnya dijadikan contoh untuk mencerminkan wahyu Allah kepada orang-orang Yehuda. Misalnya saja, wewenang kenabiannya termasuk perintah untuk hidup sebagai seorang lajang. Tuhan telah memerintahkan Yeremia, “Janganlah mengambil isteri dan janganlah mempunyai anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan di tempat ini.” (Yeremia 16:2) seperti yang diungkapkan oleh salah seorang sarjana Alkitab, “Pernikahan Hosea begitu mengejutkan (Hos 1:2), tetapi tidak pernah terdengar. Gelar sarjana Yeremia bagaimanapun juga merupakan hal yang tidak biasa di anatra orang Yahudi karena Perjanjian Lama tidak memiliki padanan kata untuk sarjana, dan itu pasti memperkuat keraguan orang banyak tentang Yeremia.” Terence Fretheim, dalam komentar terbarunya mengenai buku Yeremia, menambahkan, “Mengingat pentingnya anak-anak dalam budaya tersebut, larangan ini tentu saja sangat mengejutkan untuk kedua nabi maupun orang banyak.” Dan masalah semakin kompleks karena Yeremia juga menahan diri untuk tidak menghadiri acara-acara sosial seperti pemakaman dan pernikahan (Yer 16:5-9). Hidupnya dipakai untuk memenuhi peran kenabiannya.

Yeremia bertahan tanpa memiliki pasangan dan keluarga, menghapus semua acara sosial, dan berprofesi sebagai nabi tanpa pamrih dan hina – sebagaimana beberapa orang di dunia ini memiliki segudang alasan untuk merasa kesepian. Lalu bagaimana ‘nabi kesepian’ ini dapat terus melanjutkan hidup, apalagi terus taat kepada Tuhan? Syukurlah, kitab Yeremia memberikan kilasan yang indah akan kehidupan orang kudus di zaman Perjanjian Lama. Sementara nabi ini bergumul dengan kehidupan, kecemasan dalam pikirannya, dan ketakutannya, Yeremia menunjukkan 5 cara untuk bertahan dan terus tinggal dalam kesendirian.
Apa sajakah ke-5 cara yang ditunjukkan oleh Yeremia? Tunggu kelanjutannya. (bersambung...)

Jomblo....Penyakitkah????


Oleh : DC dalam Warta 071110


“Sebab sama seperti pada satu tubuh kita mempunyai banyak anggota, tetapi tidak semua anggota itu mempunyai tugas yang sama, demikian juga kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain” (Roma 12:4-5)

Berapa banyak dari kita yang ingin mengumumkan kepada dunia bahwa menjadi jomblo itu BUKAN BERARTI sakit!!! Jika Anda memiliki keinginan itu, Anda tidak sendirian. Banyak kaum jombloers yang lelah untuk menjawab pertanyaan akan ‘kapan menikah’, ‘siapa pasangannya?’ dan dianggap tidak memiliki kehidupan yang menyenangkan. Inilah saat yang tepat bagi gereja untuk mengakui bahwa menjadi jomblo hanya menggambarkan salah satu sisi dari Anda. Jomblo hanya merupakan sebuah status semata.

Apa sih keuntunganannya  Menjadi Jomblo ??
menjadi jomblo justru memberikan keuntungan lebih dibandingkan mereka yang telah menikah ketika bicara tentang melayani Tuhan“ I Korintus 7:33-35

Orang yang beristeri memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan isterinya, dan dengan demikian perhatiannya terbagi-bagi. Perempuan yang tidak bersuami dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan, supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Tetapi perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi, bagaimana ia dapat menyenangkan suaminya. Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.

Paulus mengatakan kaum jomblo lebih memiliki kemampuan untuk melayani Tuhan tanpa gangguan. Secara khusus Paulus mengatakan perempuan yang tidak menikah dan anak-anak gadis memusatkan perhatian mereka pada perkara Tuhan supaya tubuh dan jiwa mereka kudus. Sebaliknya, perempuan yang bersuami memusatkan perhatiannya pada perkara duniawi. Intinya adalah seorang jomblo dalam perjanjiannya dengan Tuhan dapat mengabdikan dirinya untuk pekerjaan Tuhan.

Contoh figur Pribadi paling terkemuka yang pernah hidup adalah Yesus, dimana Yesus juga seorang jomblo sejati. Yesus fokus melakukan pekerjaan Bapa. Yesus tidak memiliki banyak waktu untuk terganggu dengan urusan keluarga. Paulus dan sejumlah orang lainnya yang memiliki misi untuk menyebarkan Injil, tidak pernah menikah. Jadi, mengapa kita menganggap status jomblo sebagai suatu penyakit di masyarakat, bahkan di gereja?

Seorang jomblo memiliki kebebasan yang luar biasa untuk mengabdikan diri pada pekerjaan Tuhan karena ia tidak perlu direpotkan dengan masalah keluarga dan pasangan. Anda mungkin dipanggil untuk menjadi jomblo secara permanen atau untuk sementara waktu dalam rangka mencapai apa yang telah Tuhan tetapkan dalam hidup Anda. Jangan pernah berpikir bahwa status Anda lebih rendah daripada yang lain. Sudah tiba waktunya bagi gereja untuk bangkit dan mengakui kontribusi luar biasa yang dapat Anda berikan bagi pelayanan Tuhan.

Menjadi seorang jomblo bukanlah penyakit. Ketahuilah apa yang menjadi panggilan Tuhan untuk Anda lakukan dan penuhilah panggilan itu. Jangan lagi terlalu mengkuatirkan status Anda melainkan berikan hati Anda untuk dipakai Tuhan lebih lagi. Janji-Nya adalah untuk menyediakan segala yang Anda butuhkan seturut dengan kekayaan dan kemuliaan-Nya.

kita perlu menyadari bahwa Tuhan begitu mencintai setiap kita. Jadi tidak ada jawaban yang mudah di sini.. Gereja yang merupakan satu tubuh yang dapat saling membantu. Kita dapat ikut aktif di dalamnya dan mencari keluarga dalam iman kita. Ketika kita melakukan bagian kita, yaitu melayani Dia, maka Tuhan akan melakukan bagian-Nya. 

Apapun tugas yang Tuhan percayakan, kerjakanlah itu. Fakta ini menunjukkan bahwa para jomblo tidak berada dalam ‘kelas dua’ tapi sama rata dengan yang berkeluarga ataupun yang berpasangan.