"KELUARGA" dalam filosofi "GEREJA SEBAGAI KELUARGA"

Oleh : ISK dalam Warta 090510

Apa yang terpikir dalam benak Anda saat muncul istilah seperti ini? “Saudara dalam Kristus”, “Gereja adalah keluarga”, dan masih banyak istilah-istilah lain yang bisa saja membuat kita bertanya-tanya. Tapi, apakah kita semua benar-benar bisa menjadi “Saudara dalam Kristus”? apakah setiap orang “Kristen” adalah saudara dalam Kristus? Apakah tidak terpikir sedikitpun untuk mengoreksi keabsahan “persaudaraan” itu?

Saya berpikir dalam perenungan saya mengenai bentuk “persaudaraan dalam Kristus ini”. Siapakah yang berhak menjadi “saudara dalam Kristus”? Dalam pemikiran saya, tentunya tidak semua orang bisa “seenaknya” menjadi saudara saya. Andapun pastinya akan berpikir seperti itu, bukan?

Mari sejenak kita renungkan ayat-ayat dibawah ini:
Markus 3:33-35
Jawab Yesus kepada mereka: “Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku?” Ia melihat kepada orang-orang yang duduk di sekeliling-Nya itu dan berkata: “Ini ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku!  Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”

Standar persaudaraan dalam Kristus sangat jelas disini. Bahwa seseorang akan dikenali sebagai saudara dalam Kristus, bukan hanya saat seseorang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dalam pandangan saya, menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi “hanyalah” merupakan fase awal saja, yaitu sebagai sebuah embrio persaudaraan.

Melakukan kehendak Allah

Permasalahan bukan terletak pada saat seseorang menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dalam pembahasan Yesus, saya justru melihat adanya sebuah proses hidup, bertumbuh, dan bertambah-tambah dalam dimensi yang jauh lebih luas dari apa yang sebenarnya banyak orang pikirkan dan yakini. Itulah mengapa dalam perkataan-nya Yesus mengungkapkan definisinya mengenai “persaudaraan Kristus” itu, yaitu bahwa orang yang “melakukan kehendak Allah” adalah benar-benar layak disebut sebagai “saudara dalam Kristus”.

Lalu, apa yang perlu dipahami dengan “melakukan kehendak Allah”? apakah melakukan semua perintah Allah dalam Alkitab bisa disamakan dengan dengan melakukan kehendak Allah. Bukannya bermaksud pesimistik dalam hal ini, tapi pertanyaan paling realistis adalah: apakah kita mampu melakukan semuanya tanpa cacat dan cela?

Dalam hal ini, sebuah cerita yang cukup menarik untuk disimak terjadi saat Yesus bertemu dengan seorang pemuda kaya yang menginginkan  kekekalan terjadi dalam hidupnya (Mat 19: 16-22). Dalam dialog tersebut, Yesus menanggapi dengan menanyakan tentang hal melakukan perintah hukum taurat. Suatu hal yang luar biasa adalah bahwa pemuda ini mengatakan telah melakukan semuanya (tidak ada catatan mengenai pemuda ini berbohong atau benar-benar jujur, apa pendapat Anda?). Tantangan Yesus sesaat kemudian menjadi sangat menarik, – begitu tajam, begitu mengoyak ego pemuda kaya ini – yaitu saat Yesus menanyakan siapkah pemuda ini menjual semua hartanya dan mengikut Yesus kemanapun Dia pergi. Pemuda ini digambarkan begitu sedih mendengarnya.

Perintah-perintah yang tertulis dalam alkitab benar-benar berguna untuk memberikan tuntunan, memberikan sejumlah inspirasi, dalam kehidupan ini (Mazmur 119:105). Tapi, apakah yang benar-benar menjadi kehendak Allah dalam kehidupan untuk dikejar? Apakah pedoman hidup bisa serta merta disamakan dengan kehendak Allah secara spesifik dalam kehidupan kita? Bahkan seseorang yang bukan Kristen sekalipun bisa saja melakukan perintah-perintah dalam alkitab. Tapi apakah ini yang menjadi titik sentral pertanyaan ”melakukan kehendak Allah”?

Kalau kita merujuk pada cerita mengenai Yesus dan pemuda kaya tadi, maka bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa melakukan kehendak Allah adalah saat seseorang mengikuti Tuhan (dan semua kemauan serta rencana-Nya) kemanapun dan kapanpun Dia menginginkannya. Ini berarti bahwa melakukan kehendak Allah sama dengan memahami rencana Allah secara spesifik dalam hidup dan mewujudkannya dengan segenap potensi berdasarkan pedoman kebenaran firman Tuhan yang telah tertulis.

Orang percaya dalam konsep gereja mula-mula

Dalam konsep gereja mula-mula, para pengikut Kristus banyak disebut dengan istilah “orang percaya”. Namun, konsep orang percaya disini bukan hanya dipahami sebagai orang-orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka secara pribadi. Konsep “orang percaya” disini ditunjukkan sebagai orang-orang atau sekumpulan orang-orang yang bukan hanya memiliki iman percaya, tapi lebih dari itu mempraktekkan gaya hidup Kristus seperti yang terlihat dalam kehidupan gereja mula-mula (Kis 2:41-47) serta mengejar (menghidupi) apa yang menjadi visi dan rencana Allah (Mat 28:18-20) dengan cara yang tidak bisa kita bayangkan sulitnya.

Kehidupan dengan pemahaman yang luar biasa seperti yang ditunjukkan diatas – sekalipun gereja mula-mula berada dalam tekanan politik dan sosial yang hebat – terbukti menghasilkan “persaudaraan  Kristus” yang luar biasa. Hasilnya pastilah kita semua mengetahuinya. Yaitu, jumlah orang-orang percaya semakin meningkat dengan luar biasa dari hari ke hari. Dan bukan hanya itu, “persaudaraan Kristus” ini menjadi begitu disegani diman-mana.
“Persaudaraan Kristus”, “persaudaraan iman”, atau apapun istilahnya (seharusnya) selalu menghasilkan dampak yang besar. Desain Allah mengenai hal ini sangat jelas. Yaitu agar dalam persaudaraan tersebut, setiap orang didalamnya mampu berfungsi dengan baik, mampu mengenali rencana-Nya yang berujung pada nama-Nya dipermuliakan atas seluruh bumi.
Itulah mengapa fase menerima Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat “hanyalah” merupakan sebuah embrio persaudaraan yang masih harus di rawat, ditumbuhkan dan didewasakan bersama-sama (pribadi dan komunitas) sampai akhirnya mencapai fase “persaudaraan Kristus” sebagai tanda kedewasaan.

Standar persaudaraan dalam Kristus sangat ketat


Sedikit uraian diatas menunjukkan bahwa untuk mengatakan menjadi “saudara seiman” atau mengaku sebagai ”keluarga Kristus” atau “gereja sebagai keluarga” selalu memiliki standar yang jelas dan ketat. Tidak hanya kelompok atau komunitas yang membuat seseorang merasa nyaman didalamnya, tapi lebih dari itu, kelompok atau komunitas yang berorientasi pada penggenapan rencana Allah dengan menggunakan standar kehidupan firman Allah.

Ada begitu banyak orang dan bahkan gereja sangat menyepelekan hal ini. Mereka membuat banyak peyederhanaan-penyederhanaan hanya supaya orang atau gereja tidak ditinggalkan. Akan tetapi, dampak yang dihasilkan dari kehidupan dalam gereja mula-mula justru menjungkir balikkan pandangan yang meyebutkan bahwa orang atau gereja akan ditinggalkan karena tidak bisa mengadopsi gaya hidup modern yang serba instan didalam kehidupannya. Dalam kehidupan gereja mula-mula, sangatlah tidak mudah bagi seseorang untuk menjadi anggota ”persaudaraan” ini. Hal ini dikarenakan begitu ketat dan tingginya standar yang diterapkan, disamping juga untuk menjaga keamanan mereka dari pemerintahan represif saat itu.

Hari-hari ini kita mendapatkan begitu banyak kemudahan dalam beribadah, membangun komunitas, dan sebagainya. Akan tetapi, bukan berarti kemudahan-kemudahan ini akan serta merta melunturkan standar “persaudaraan Kristus” yang telah dibanghun-Nya, bukan? Proses menggenapi rencana Allah bukanlah sebuah proses yang instan. Allah kita adalah Allah yang alami – yang sangat mencintai proses. Standar Allah bukan untuk menyusahkan anak-anak-Nya, tapi justru untuk membuat kita semua menjadi orang, dan gereja yang efektif, yang mampu bertahan dan menjawab tantangan setiap masa. Jangan mudah terbuai dengan cara yang gampang, yang pada akhirnya justru akan mengaburkan nilai-nilai kerajaan Allah dalam “persaudaraan Kristus” itu sendiri.

Sekarang adalah saatnya bagi kita untuk memilih. “Persaudaraan” seperti apa yang hendak kita bangun bersama-sama? Apakah kita akan memilih untuk menajdi gampangan atau malah memilih untuk mecintai standard an proses-Nya? Saya sangat yakin bahwa saat kita semua mau dan mampu mencapai standar Kristus bersama-sama, pelan tapi pasti akan ada dampak yang luar biasa, yang menggelinding semakin besar seperti bola salju, yang akan membuat nama Kristus akan dimuliakan diaman-mana. Selamat memilih, dan selamat menjalani prosesnya. Gbu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.